Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Save the earth: Mulianya bermental pemulung



Di Indonesia yang namanya buang sampah sembarangan masih jadi kebiasaan, hal buruk yang jadi bencana kalau diterapkan di negara tetangga seperti Singapura. Di negara yang luasnya lebih kecil dari jakarta itu sudah pasti kena denda yang jumlahnya ga kecil, bahkan bila hanya membuang permen karet.

Memang sulit sekali menerapkan buang sampah di tempatnya, terlebih tidak diajarkan semenjak dini.
Sebagai orang tuapun, aku merasa butuh waktu supaya anakku mengerti hal seperti ini.

Dari hal sepele, sebagai anak yang besar di kota besar, anakku sering mengkonsumsi air mineral botolan. Di umurnya yang baru 3 tahun, sudah sering ku ajarkan bahwa botol yang habis isinya mesti dibuang di tempat sampah. Kalau ga nemu tempat sampah ya simpan dulu di tas.

Pada awalnya sulit loh, karena dia lebih suka melempar botol sembarang saja. Tapi, lama kelamaan alhamdulillah dia mengerti.

Lalu ada satu hal yang sejak lama aku pikirkan, yaitu kegiatan pemulung, kebetulan di lingkungan rumahku selalu ada pemulung yang menilik isi tempat sampah rumahku yang ku letakkan di depan rumah.

Mereka beroperasi bahkan semenjak pukul 6 sampai sore sekitan jam 5.
Ku sebut mereka karena memang jumlahnya banyak, tapi wajah-wajah mereka sudah ku hapal.
Ada yang laki-laki 30 tahunan, perempuan 40 tahun, bahkan seorang kakek yang mungkin berusia 60tahun.

Peralatan tempur yang dibawa pasti karung, atau wadah dari anyaman berukuran besar, dan yang sudah kakek-kakek justru membawa gerobak tiap kali dia bekerja.

Bagi mereka, sampah semacam botol plastik memang masih memiliki nilai ekonomis. Tapi harus terkumpul sejumlah tertentu supaya bisa dtukar sejumlah uang, yang sebenarnya juga tidak seberapa.

Itu makanya,bagiku pekerjaan sebagai pemulung lebih baik daripada peminta-peminta, asalkan apa yang mereka ambil memang sebatas yang sudah dibuang dan tidak dibutuhkan lagi oleh si pemilik.

Andaikan saja kita juga sedikit memasukkan jiwa sebagai pemulung, mungkin, akan jarang sekali ada sampah di kali, di jalan, di trotoar.

Sampah yang bisa dibuang ke tempatnya ya langsung masukkan tong, tapi kalau pas engga nemu ya simpan dulu di tas, atau kalau mau lebih keren daur ulang sendiri. Yang organik jadi pupuk, dan yang non organik mungkin bisa reuse. Sudah banyak contoh pengusaha yang sukses mendaur ulang sesuatu yang awalnya dianggap sampah, tapi di tangan orang kreatif bisa menjadi lahan uang dan memberdayakan sekitarnya.

Mungkin kamu mau coba?

Post a Comment for "Save the earth: Mulianya bermental pemulung"