Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sepiring Berdua


Aku terbangun di ruangan. Terlihat sebuah meja besar di sampingku. Oh aku di ruang rapat. Lalu terendus aroma minyak kayu putih yang aku yakin itu dari leherku sendiri. Kemudian aku berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi. Telepon mamah....ambulan dan polisi.....lalu semua gelap.

Tak lama kemudian seorang perempuan masuk.

"Kamu sudah sadar Kinan." Ia menghampiriku dan membantuku duduk. Dialah Mba April, seniorku di kantor ini. Ketika pertama bertemu, terkesan orangnya tegas dan galak. Tapi lama kelamaan aku paham kenapa ia begitu.

Dijulurkan segelas teh hangat yang ku terima dan ku minum satu tegukan.

"Mau saya antar ke dokter atau pulang ke rumah?", suara seorang lelaki yang sangat ku kenal terdengar dari ujung pintu. Pak Ari berdiri di sana sambil menyilangkan tangan.

 🌜
Selama perjalanan pulang aku tak ingin bicara, tapi mba April yang ikut mengantarku terus memaksa jawaban kenapa aku sampai pingsan. Sementara Pak Ari yang menyetir di depan bagai sopir hanya diam saja. Mungkin kalau ia yang bertanya sudah ku jawab sedari tadi.

Aku akhirnya membuka mulut, "tetangga depan rumahku bunuh diri tadi malam mba, jenazahnya baru diketahui warga siang ini. Tadi mamahku yang telepon sebelum Kinan pingsan". Mba April langsung memekik nyaring mendengar kabar mengejutkan itu.

Mobil kami pun tiba di depan gang tapi tidak bisa masuk hingga depan rumah. Saat itu masih ada beberapa kendaraan lain termasuk mobil polisi meski ambulan sudah tidak tampak lagi.

Mamah menyambutku dengan cemas. Tapi karena mamah, pertanyaan mba April terjawab tuntas, termasuk peristiwa pagi tadi.

Malamnya aku ndesel tidur bersama mamah. Badanku terasa sangat lelah tapi sulit memejamkan mata. Masih terlintas dalam ingatan wajah ceria Tante Santi saat memberiku bolu coklat. Lalu ingatan bergeser ke 'perjumpaan' kami di depan gang tadi pagi. Raut wajah sedih dan suram itu. Arrghhh tidaak!!! Aku pun menarik selimut hingga menutupi kepalaku.
🌜

"Pagiii mba Kinan", Pak Suprapto seorang sales menyapaku ketika berjumpa di depan mesin absen.

Aku balas menyapanya "pagi pak. Hari ini rute jauh ya?"

"Iya mba. Mau nitip apa di pasar. Mba April biasanya titip jajanan sana loh." Tiiiit terdengar suara konfirmasi dari mesin pindai.

"Engga deh pak, makasih ya udah ditawarin." Kini giliranku memindai.

Lalu aku memasuki ruanganku. Mba April belum datang rupanya. Ku letakkan tas di sandaran kursiku dan saat akan memijit tombol 'power' pada komputer, pintu ruangan terbuka.

"Kinan, bisa ke ruangan saya sebentar. Saya mau bicara." Ku lihat Pak Ari yang setengah tubuhnya terjulur dari balik pintu. Sejenak mata kami pun saling bertatap. Ia tersenyum.

🌜
"Kinan, ada kendala dalam pekerjaan kamu ga?" Pak Ari membuka percakapan dengan nada serius yang jarang ia gunakan, setidaknya selama aku bekerja di perusahaan ini.

"Seminggu pertama mungkin iya Pak...tapi sekarang rasanya saya bisa meyesuaikan diri. Apalagi ada mba April yang sangat helpfull." 

Pak Ari manggut-manggut, "jadi semuanya oke ya. Bagus kalau gitu. Ok, mulai hari ini kamu yang temani saya setor ke bank."

"Saya pak?" tangan ku tudingkan ke dadaku. "Tapi... biasanya kan mba April, pak. Saya lebih suka di kantor aja deh pak."

"Hush, apa kamu ga bosan toh di depan komputer terus. Udah, ayo kita mulai doa pagi. Itu April dan yang lain sudah datang semua."

Aku benar-benar ga menyangka pembicaraan kami pagi ini ternyata perkara pekerjaan. Ku pikir Pak Ari bakalan bertanya soal kejadian kemarin. Ah sudahlah.........

🌜

Jadi akhirnya setiap hari kerja, ketika uang setoran para sales sudah tertata dengan baik. Aku pun bersama Pak Ari berangkat ke bank dengan mobil dinas miliknya. Kegiatan rutin ini tanpa sadar meredakan kegelisahanku soal Tante Santi. Belum lagi sepanjang perjalanan Pak Ari akan mengajak ngobrol apa saja, dari kenakalan para sales hingga hal remeh di luar urusan kantor.

"Kita nanti mampir dulu sebentar ya", pria beralis tebal itu membuka percakapan setelah memakai sabuk pengaman.

Aku menoleh ke arahnya, baru saja akan membuka mulutku untuk bertanya, ia juga menoleh padaku.

"Jangan bilang-bilang April ya nanti", senyum nakal mengembang di wajahnya seperti anak kecil yang menyembunyikan barang milik orang tuanya. Aku pun menebak-nebak mau apa manajerku ini. Apakah ia akan menculikku 😁.

Turun dari mobil kami melangkahkan kaki ke sebuah kedai berukuran tak seberapa besar, bernuansa jadul, tapi bersih dan memancarkan nuansa nyaman. Pak Ari mempersilahkan aku mencari tempat duduk yang aku mau. Hanya ada 5 pasang kursi dengan meja kecil bulat. Aku pun memilih dekat kaca supaya bisa melihat lalu lintas di luar sana.

"Satu ya", ku dengar ia menyebut sebuah menu. "Eh ga salah tuh, jadi dia pesan buat dirinya sendiri trus aku disuruh nonton dia makan?!" bisikku pada diri sendiri.

"Kamu belum pernah kemari kan Kinan?"

Aku menggeleng pelan sambil menggigit bibir bawah. Sejak kecil mamah paling banter membelikanku es krim murah kalau ke warung. Boro-boro kami sudi menghamburkan uang untuk masuk ke kedai es krim seperti ini.

Tak lama pelayan datang membawakan pesanan kami, eh pesanan Pak Ari. Diletakannya seporsi banana split di atas meja, lalu dua buah sendok stainless kecil panjang di kedua sisi.

"Silahkan", kata mba pelayan.

"Ini....dimakan berdua pak?" Aku mencoba bertanya untuk meyakinkan diri.

"Kenapa? Ga keberatan kan sepiring berdua bareng saya?" nada bicaranya seperti bukan mengajukan pertanyaan tapi sebuah perintah. "Saya yakin kamu ga bisa menghabiskan banana split ini sendiri, dan saya juga" lalu sesuap es coklat masuk ke mulutnya. "Ayo dimakan, atau mau saya suapin?"

Mataku otomatis terbelalak, "ga..ga usah pak." Buru-buru kusendok sisi yang berwarna pink. Hmmm, enak.

"Gimana, enak kan. Ini kedai es krim kesukaan saya sejak kecil. Oya, nanti di kantor ingat ya jangan bilang April kalau kita mampir ke sini. Bisa ngamuk dia."

"Emangnya kenapa pak?"

"Dulu saya pernah mergokin dia lagi kencan di sini. Sampai sekarang kalau saya sebut tempat ini selalu bikin April salah tingkah ga karuan. Ha ha ha." Tawanya seperti puas setelah memenangkan sesuatu. Tapi ia tampak semakin ganteng ketika tertawa.

"Pacarnya hitam manis pakai kacamata ya pak" sambil menanggapi cerita Pak Ari sendok demi sendok es krim tetap meluncur ke mulutku.

"Kok kamu tahu. Pernah ketemu juga sama pacarnya April?"

"Ketemu sih engga, tapi lihat di wallpaper hapenya mba April "

"Ooooh gitu. Kalau kamu sendiri.... Udah punya pacar Nan?" Pak Ari bertanya sambil memegang sendok es krim stainles itu ke arahku.

Hampir keselek. Aku yang tadinya sibuk berkonsentrasi memotong-motong pisang langsung berhenti. "Pertanyaannya harus banget dijawab pak?", aku berusaha ngeles.

"Ya...harus"

Tik...tik....tik....bressss. Dari kaca terlihat hujan deras turun membasahi jalanan dan langit mendung gelap seketika. Padahal tadi cuaca begitu cerah. Kami pun serempak mengarahkan pandangan ke luar kedai. 

1 comment for "Sepiring Berdua"

  1. Lanjuuuuut mbaaa....penasaran aku, apakah pak Ari naksir Kinan? atauu...

    ReplyDelete