Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tips Supaya Anak Kuat Ketika Dibully

Memiliki anak yang kuat dan percaya diri adalah impian semua orang tua

Ngajari anak supaya bakoh dan tidak gembeng apalagi ketika dibully itu tidak mudah.

Bunda cuma bisa bilang, sekali dua kali dibully boleh nangis. Ketiga kali boleh bersedih, besoknya boleh sedih lagi dikit. Tapi kalau setiap kali temanmu itu ngece atau ngomong yang bikin kamu bereaksi sedih, dia akan senang dan merasa menang.

Yuk kita coba ketawain aja, cuekin aja. Nanti gantian kamu lihat reaksi temanmu. Pasti dia bakalan marah karena gagal bikin kamu nangis.

Dan ga nyampe 10 menit anakku sepertinya sudah membuktikan nasehat bundanya. Temannya marah-marah sendiri di WhatsApp.

*Parenting is a lifetime learning*

Itulah yang saya tuliskan di dinding Facebook ketika baru saja bercakap-cakap dengan anak lelaki saya yang sudah duduk di kelas 3 SD.

Ada satu temannya yang sangat hobi mengusilinya meski sekolah tidak lagi menggunakan metode tatap muka. Si teman itu pun rajin menelponnya setiap hari. Si kecil yang sudah berusia 9 tahun itu pun anehnya tetap saja meladeninya meski ia selalu sedih dan tidak jarang menangis.

Ketika saya minta untuk tidak mengangkat telepon atau menanggapi Whatsapp chat dari temannya itu, anak saya menolak karena ia tetap menganggapnya teman. Ia takut akan kehilangan si teman jika tidak lagi menggubris permintaan komunikasi darinya. Huff, saya pun harus memutar otak untuk menyelesaikan masalah ini.

Anak-anak memang membutuhkan bermain dengan sebayanya. Pandemi yang memaksa kami jarang keluar rumah sangat menyiksa bagi anak kami yang sepertinya memiliki sifat ekstrovert, sangat berkebalikan dari Bundanya yang introvert.

Lebih sedih lagi karena hingga kini ia adalah satu-satunya buah hati kami dan tidak memiliki adik. Jadi mungkin ia bosan sehari-hari hanya bersama Bundanya.

Kembali lagi mengenai ejekan yang menimpa si kecil. Saya pun mencoba berbicara dengan cara yang berbeda hingga akhirnya keluarlah nasehat seperti yang saya tulis di atas.

Dalam kata-kata yang saya luncurkan kepada Aito yang memiliki sikap keras kepala namun sebenarnya mudah terluka, saya menghindari kata "jangan". Jadi saya tidak mengatakan "jangan sedih kalau dikata-katain", "jangan marah kalau diejek".

Anak-anak sama halnya dengan orang dewasa. Mereka memiliki emosi seperti marah, sedih, kecewa dan bisa menangis. Bagi saya anak lelaki pun boleh kok menangis.

Namun saya memberi syarat kepada Aito jika ia terlanjur marah atau super jengkel. Marah silahkan tapi tidak merusak. Menangis boleh tapi tidak berlebihan hingga teriak-teriak dan semua tetangga mendengar. Dalam hal ini tentu saja bukan lantas menangis yang dipendam ya. Saya rasa moms and dad paham maksudnya kan.

Itulah sedikit cerita dari saya dan Aito. Apakah bisa diterapkan ke putra-putri moms and dad sekalian? Mungkin saja iya, mungkin saja tidak. Jika hasilnya tidak belum tentu gagal lho. Karena apa yang saya lakukan adalah proses memahami si kecil yang bukan terbentuk satu atau dua tahun saja, maka bagaimana supaya putra-putri moms bisa mendengar nasehat moms sekalian hanya moms and dad lah yang lebih mengerti.

Salam Cinta dari Bunda Aito

Post a Comment for "Tips Supaya Anak Kuat Ketika Dibully"