Ayo (Jangan) Keluar Dari Zona Nyaman
"Saya mau jadi astronot".
Jawaban itulah yang meluncur dari mulut ketika ditanya guru saat duduk di kelas 3 SD.
Di lain kesempatan, pertanyaan serupa tentang cita-cita saya jawab dengan profesi lain yang tidak kalah bergengsi. "Dokter, bu, atau Pegawai bank juga boleh".
ibu rumah tangga yang nyambi sebagai konten kreator |
Flashback saat penjurusan di SMA, saya masuk ke jurusan bahasa bukannya jurusan IPA yang dipandang prestise dan hanya bisa diisi murid-murid cerdas. Sejujurnya selain soal kemampuan, menjadi warga kelas bahasa justru menjadi pilihan saya kala itu.
Sejak SMP saya senang belajar bahasa asing dan memang merasa mudah mempelajarinya ketimbang ilmu eksak atau ilmu sosial. Hingga akhirnya saya teruskan berkuliah di prodi Sastra Perancis selama 5 tahun dan berhasil mempersembahkan gelar Sarjana Sastra bagi kedua orang tua.
Namun setelah lulus, impian saya kembali diuji di dunia nyata.
Pada umumnya, alumnus jurusan bahasa banyak yang menjadi tour guide atau guru bahasa, dan yang paling mentereng adalah menjadi pegawai Kementrian Luar Negeri. Tapi, ujian cpns demi ujian cpns yang saya jalani semua gagal. Mungkin memang belum rezeki. Gapapa sih saya legowo.
Sebetulnya saya tidak sial-sial amat soal pekerjaan. Meski tidak bisa menjadi pegawai negeri di Kemenlu, saya sudah memiliki penghasilan bahkan sebelum lulus kuliah. Lumayan waktu itu bisa menutupi biaya kos dan hidup sehari-hari.
4 tahun setelah menjadi karyawan perusahaan swasta, saya pun menikah dan memutuskan resign demi buah hati.
quote tentang comfort zone (sumber: inspiringmomlife.com) |
Comfort Zone - Diterjemahkan dari bahasa Inggris-Zona nyaman adalah keadaan psikologis yang akrab di mana orang merasa nyaman dan mengendalikan lingkungan mereka, mengalami tingkat kecemasan dan stres yang rendah. Bardwick mendefinisikan istilah tersebut sebagai "keadaan perilaku di mana seseorang beroperasi dalam posisi netral-kecemasan
nyaman sebagai ibu rumah tangga 2 anak |
Tapi siapa nyana saya justru menikmati profesi ini! Bagi saya ibu rumah tangga adalah zona nyaman. Zona nyaman saya memang ada di rumah kok. Jadi meski beberapa kerabat mengusik dan menyuruh saya meninggalkan zona nyaman, saya tetap tidak bergeming. Lha wong nyaman kok ngapain ditinggalkan..... Ehm, zona nyaman itu harusnya diperlebar dan diperluas.
Comfort Zone Baru Sebagai Content Creator
Comfort zone sebagai ibu rumah tangga tidak mau saya tinggalkan namun saya perluas dengan menjadi konten kreator yang bisa dijalankan atau sebagian besar dilakukan dari rumah.
Pada awalnya dengan kemampuan menulis yang dimiliki, saya hanya menjadi blogger yang menjalankan dua blog dengan niche berbeda. Sebagian isinya adalah konten organik dan sebagian lainnya hasil liputan atau penempatan artikel berbayar.
Kemudian saya pun memperluas lagi zona nyaman dengan menambah skill membuat video yang semuanya dipelajari secara otodidak lewat internet. Hasil membuat dan edit video sehingga menjadi konten tentunya saya share di media sosial seperti Instagram, Youtube dan bahkan Tiktok.
Alhamdulillah kini semuanya bisa berjalan beriringan. Saya pun tetap menjadi ibu rumah tangga sekaligus memiliki tambahan penghasilan dari profesi content creator. Cukup lumayan hasilnya, setidaknya untuk beli jajan sendiri dan anak-anak. Sebagian pun bisa saya tabung.
Content Creator Butuh Internet Mumpuni
ngeblog butuh internet mumpuni (sumber: koleksi pribadi) |
Bagi saya internet di masa kini adalah jendela dunia. Dengan internet, saya dapat mencari banyak ilmu pengetahuan. Pokoknya tinggal pintar-pintar kita memilah dan memilih sumber terpercaya sebagai rujukan.
Content creator juga tidak bisa lepas dari internet karena harus mengeposkan pekerjaan seperti membarui blog, unggah foto/video di platform sesuai perjanjian dengan klien dan melakukan pekerjaan lain menurut instruksi yang disepakati. Maka dari itu internet yang mumpuni bagi pembuat konten merupakan suatu kewajiban.
Post a Comment
Mohon maaf yang memasukkan link hidup dihapus otomatis ya.
Salam Blogging!