Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pengalaman Dibuntutin Hantu

Ngeliat tren cerita horor yang ga pernah surut dan ga kenal musim, jadi pengen ceritain kisah pengalaman horor bin mistis yang pernah aku alami lebih dari 10 tahun lalu deh. Tapi soal apakah nanti cerita ini dianggap serem atau ngga, itu terserah penilaian pembaca aja. Dan kalau yang pernah baca bukunya mba Dewi Rieka Anak Kos Dodol versi Horor, ada kesamaan cerita di salah satu bagiannya. Bukan berarti aku nyontek. Karena emang ini kisah nyata riil senyata-nyatanya terjadi padaku saat itu.

Waktunya balik ke realitas kampus

Hujan turun membasahi kota Cilacap, cukup deras waktu itu. Bikin males beranjak dari rumah, meski semua sudah dikemas di ransel, dan segala tetek bengek beras, makanan kering serta kebutuhan buat beberapa minggu kedepan udah masuk ke kardus ukuran sedang. Kebiasaan kalo mudik dan mau balik ke perantauan, pasti disanguin banyak bahan makanan, yah namanya ortu pasti takut kalo anaknya ntar kelaperan di sana.

'Duh, mana lagi dapet, nanti gimana di bis kalo 'deres', batinku saat itu setelah mandi'. Dan bapak pun menanyakan apakah aku sudah siap berangkat. Setelah pamit ibu dan adikku yang waktu itu masih SMA, akupun menggendong ransel di punggung dan membonceng motor bapak sambil berlindung di bawah jas hujan ponco.

Memang seperti biasa, aku selalu diantar bapak ke terminal, mau panas atau hujan, anak gadisnya ini disupport menuju kota Lunpia untuk menuntut ilmu. Di terminal pun pasti dikasih sangu lagi, katanya buat beli jajan di jalan. Hehe, ngerti banget kalo aku tukang jajan arem-arem di bis ya pak.

Kemudian sesampainya di terminal, sudah banyak orang yang menunggu bis ac ekonomi satu-satunya menuju Semarang. Saat jadwal berikutnya datang dengan sedikit tergopoh-gopoh karena kardus yang lumayan berat akhirnya aku berhasil naik bis itu. Pada masa itu penumpang membeli tiket setelah duduk di bangku bis, bukannya di loket karcis.

Bis yang kutumpangi bukan bis eksekutif, ac pun ala kadarnya, tapi hujan yang turun di luar sana ternyata bikin hawa di dalam kendaraan ini tambah dingin. Meski sudah pake jaket dan kaos kaki bahkan ga lupa bawa minyak kayu putih, tetap saja badanku terasa makin meriang. Tak bisa berbuat banyak selama di perjalanan aku pun cuma makan dan tidur saja sambil meringkuk sebisanya.

Akhirnya Sampai Semarang 

7 jam perjalanan darat yang melelahkan itu akhirnya berakhir. Ungaran ternyata juga hujan, dan di Pojok Ungaran aku pun turun bersama beberapa orang mahasiswa Unnes juga. Mungkin kalau jaman sekarang dengan kondisi cuaca dan meriang begini aku sudah pesan Gocar untuk naik ke kampus. Tapi di jaman itu kami cuma punya 2 pilihan sarana kendaraan, kalo ga angkot ya ojek konvensional. Terpaksa deh naik angkot yang ngetem tunggu penuh penumpang dulu baru jalan. Untungnya ta seberapa lama kursi angkot tak ada lagi yang kosong dan roda menggelinding ke kampus Unnes.
Seiring berjalannya mobil aku makin pusing dan mual, belum lagi mencium hawa pengap keringat bercampur bau baju basah di dalam angkot yang sungguh makin membuatku ingin segera turun. Tapi kualihkan saja melihat pemandangan sawah dan hujan dari kaca angkot yang buram. Sesekali hawa sejuk menyeruak kala ada penumpang yang turun.

Hingga kira-kira seperempat jam atau 20 menit kami sampai di pemberhentian terakhir, tepatnya di sebelah Masjid Ulul Albab, dan aku pun turun. Dari tempat ini aku biasa meneruskan dengan berjalan kaki. Kost-ku memang ga jauh dari sana. Meski ada jalan setapak kampung, tapi mahasiswa seperti diriku terbiasa melewati kampus dan pintu tembusan antara kampung dan kampus. Aku ingat saat itu suasana kampus memang sangat sepi dan sinup...Di tembok bolong yang menghubungkan pemukiman dan kampus pun kulihat air selokan berwarna coklat mengalir deras.

Mbak, Bentar aku mau ngomong

Esok harinya setelah makan siang yang biasa kulakukan di depan ruang tivi, aku berniat untuk rebahan. Rasanya meriangku makin akut, punggung dan pundakku terasa berat, kupikir ini efek kehujanan kemarin, karena aku pun mulai pilek.

Aku pun berjalan ke kamarku yang kebetulan ada di bagian luar rumah utama. Di depan kos ada sejoli sedang ngobrol, mba R dan mas A, setauku sudah cukup lama menjalin kasih. Saat melewati mereka, tiba-tiba, mba R memanggilku.

"Mba un"

Ga biasanya dia memanggil namaku. Kami memang ga dekat meski tinggal 1 kost, tapi aku tahu dia ga sombong, cuman memang kami jarang ketemu jadi ketika namaku disebut aku merasa aneh.

"Mba, bentar aku mau ngomong" perasaanku ga enak, se-engga enak panggilan mba darinya, karena aku merasa lebih muda. Akupun menyahut "ya mba". Wajahnya kemudian terlihat segan dan khawatir.

"Mba, tapi jangan takut ya", ucapnya dan darahku langsung berdesir seketika. "Mba ada yang ngikutin!"

Kalimat itu diucapkan lirih tapi tegas, dan aku berusaha keras mencerna tapi dia memintaku duduk, dan kemudian kekasihnya yang bernama mas A mengambil alih percakapan.

"Mba, ni kamu diikutin 'cewek', masih muda, emangnya kamu baru mblusuk-mblusuk kemana aja?"

Ni cowok ngomong ga pake tedeng aling-aling, kenalan dulu kek, nanya no sepatu kek, apa nanya nomor rekening, eh sekalinya ngobrol malah bahas hal ga kasat mata. Tapi karena dia ga basa-basi aku pun paham kalimatnya barusan. Dan kujawab "yah ngga dari mana-mana, aku kan baru mudik, di rumah juga ga main ke hutan buat mecahin gelas. Eh bentar jadi dari kemarin pundakku berat punggungku kerasa panas, dan semua badan aku rasanya ga karuan tuh karena ada....hantu..di belakangku?"

...............to be continued.......................

all pics source: Pixabay

4 comments for "Pengalaman Dibuntutin Hantu"

  1. Ujung-ujungnya kok serem mbak. Bikin takut dan merinding aja. Tapi kelanjutannya bikin penasaran.

    ReplyDelete
  2. Haduh belum dapat endingnya..

    Di tunggu,kelanjutan nya

    ReplyDelete
  3. Suamiku juga merasa berat di pundaknya, ketika ada makhluk yang nggamblok

    ReplyDelete
  4. Lanjut dong mba, org mens emg biasa di ikuti kyak gt.

    ReplyDelete